Tangerang Selatan, infoDKJ.com | Perubahan terhadap dua instrumen hukum utama Indonesia, yakni Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), terus menjadi perhatian publik, termasuk kalangan akademisi muda. Salah satunya adalah Abdul Hakim, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pamulang (Unpam), yang menyampaikan analisis kritis terkait dinamika penyusunan hingga implementasi regulasi tersebut.
Abdul Hakim menilai bahwa diberlakukannya KUHP dan KUHAP baru merupakan langkah sejarah dalam pembaruan hukum nasional, mengingat kedua kitab sebelumnya masih menggunakan ketentuan warisan kolonial yang sudah tidak relevan dengan perkembangan sosial, politik, dan teknologi masa kini.
Modernisasi KUHP: Peluang dan Tantangan
Dalam penjelasannya, Abdul Hakim menyebut KUHP baru membawa berbagai pembaruan penting, mulai dari penyesuaian tindak pidana, penegasan norma berbasis Pancasila, hingga pengaturan terkait teknologi informasi. Ia menilai reformasi ini tidak hanya mengganti istilah atau memodifikasi pasal, tetapi juga mencerminkan upaya negara mewujudkan sistem pemidanaan yang lebih humanis dan kontekstual.
“KUHP baru adalah langkah besar menuju unifikasi hukum nasional yang berkeadilan. Namun efektivitasnya akan ditentukan oleh konsistensi penafsiran serta kesiapan aparat penegak hukum,” ujar Abdul Hakim.
Ia juga menyoroti sejumlah pasal yang masih menimbulkan polemik, seperti terkait penghinaan lembaga negara, tindak pidana moralitas, dan perluasan delik aduan. Menurutnya, pasal-pasal tersebut harus dijelaskan secara lebih komprehensif untuk mencegah potensi kriminalisasi dan penyalahgunaan kewenangan.
KUHAP Baru dan Penguatan Due Process of Law
Terkait hukum acara pidana, Abdul Hakim menilai KUHAP baru seharusnya menjadi tonggak penting dalam peningkatan kualitas proses peradilan. Ia menekankan bahwa prinsip due process of law harus tetap menjadi roh utama dari setiap tindakan penyidikan hingga persidangan.
“KUHAP baru memuat aturan yang lebih rinci mengenai hak tersangka, mekanisme praperadilan, hingga proses pemeriksaan digital. Namun semua itu harus dijalankan sesuai asas legalitas, proporsionalitas, dan akuntabilitas,” jelasnya.
Ia menegaskan perlunya peningkatan kapasitas aparat penegak hukum dalam memahami prosedur baru, karena perubahan regulasi tanpa kesiapan SDM tidak akan menghasilkan perubahan nyata.
Pentingnya Literasi Hukum bagi Publik
Selain menilai substansi aturan, Abdul Hakim juga menekankan pentingnya sosialisasi KUHP dan KUHAP baru kepada masyarakat. Menurutnya, pemahaman publik menjadi faktor penting agar regulasi tidak sekadar menjadi teks hukum, tetapi benar-benar diimplementasikan dengan baik.
“Masyarakat harus tahu apa saja perubahan yang terjadi dan bagaimana pengaruhnya terhadap kehidupan sehari-hari. Tanpa literasi hukum yang memadai, implementasi bisa salah arah,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa kampus, organisasi kemahasiswaan, serta lembaga bantuan hukum memiliki peran strategis dalam mengawal edukasi masyarakat.
Harapan terhadap Reformasi Hukum Nasional
Mengakhiri analisisnya, Abdul Hakim berharap pembaruan KUHP dan KUHAP menjadi momentum memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap hukum. Ia menegaskan bahwa hukum harus hadir sebagai sarana perlindungan dan keadilan bagi seluruh warga negara.
“Reformasi hukum pidana ini harus diiringi komitmen kuat dari semua pemangku kepentingan. Keadilan tidak boleh berhenti pada teks, tetapi harus nyata dalam proses dan hasil penegakan hukum,” tutupnya.
Dengan sikap kritis dan analitis tersebut, Abdul Hakim menegaskan peran mahasiswa hukum sebagai agen perubahan yang turut mengawal kemajuan sistem hukum nasional agar lebih progresif, inklusif, dan berkeadilan. []
